Nasib Honor Pahlawan Tanpa Jasa Suram

PONTIANAK – Guru honor masih menyimpan satu harapan. Gaji yang layak sebagai guru menjadi doa khusus di hari guru, yang juga hari PGRI tahun ini. Radiansyah, misalnya, guru honor di Pontianak Utara mengaku telah mengajar selama tujuh tahun. Ia ingin pemerintah membuka kembali jalur pengangkatan K2 bagi guru honor.“Apabila tidak bisa merealisasikan itu lagi, paling tidak kami bisa menjadi tenaga honor daerah dari pemerintah setempat,” ucapnya, kemarin.


Gaji yang diterima guru honorer tidak sama. Nominalnya tergantung kebijakan sekolah. Penggajian juga sesuai banyak jam mengajar. “Kalau saya tiap bulan terima tujuh ratus ribu rupiah. Itupun sudah tujuh tahun. Guru honor baru paling terima lima ratus ribu rupiah,” ujarnya.Guru honor digaji menggunakan dana bantuan operasional sekolah, yang dihitung per jam dari tiap jam belajar mengajar. Biasanya per jam honorer dibayar Rp20 ribu sampai Rp25 ribu tergantung sekolah. Untuk menambah finansialnya, ia juga mengajar di sekolah lain pada waktu sore. Karena apabila hanya mengajar di satu sekolah jelas tidak akan mencukupi kebutuhan hidup ia dan istrinya.

Meskipun gaji yang diterima bisa dikatakan tidak mencukupi, ia tetap semangat mengajar. Terutama untuk mendidik murid-muridnya, karena selama bertahun-tahun mengajar ia merasa semakin cinta dengan dunia pendidikan. Bahkan, tidak ada pikiran untuk meninggalkan pekerjaan mulia ini. Ia berharap, semoga pemerintah lebih memperhatikan guru honorer. “Harapan untuk menjadi PNS tetap ada,” ucapnya.

Duta, guru honor di Pontianak Timur, tak berharap banyak pada hari guru dan PGRI ini. Ia hanya tak ingin ada perbedaan antara guru honorer dan PNS. Beban mengajar antara guru honorer dan PNS hampir sama. Bahkan ada guru honorer yang jam mengajarnya lebih banyak dari pada PNS.
Pengabdian guru honorer diseluruh Indonesia mestinya diapresiasi oleh pemerintah. Salah satunya dengan memberikan kesejahteraan dengan memberikan gaji setara upah minimum kota/kabupaten. Apabila tidak bisa diangkat menjadi PNS, ia dapat memamklumi hal tersebut dikarenakan jumlah honorer yang tidak sedikit. Tetapi dari sisi kesejahteraan tenaga honorer, pemerintah juga harus melihat perjuangan itu. “Semoga ada jaminan yang ril dari pemerintah bagi kesejahteraan guru honorer,” ucapnya.

Selain itu, tenaga honorer yang mengajar melebihi lima tahun mestinya dapat memiliki NUPTK. Namun, NUPTK kini sulit didapat. Padahal, NUPTK juga menjadi syarat untuk mendapatkan berbagai tunjangan, diantaranya tunjangan insentif guru yang diterima sebanyak dua kali selama satu tahun. Dari tunjangan tersebut banyak membantu honorer dalam segi finansial.
Kini ada aturan baru dari pusat untuk melakukan pembuatan NUPTK baru. Ia sebelumnnya telah memiliki NUPTK, sehingga cukup tenang, karena beberapa tunjangan dari pemerintah telah ia terima dikarenakan masa mengajar telah mencapai enam tahun. Tetapi rasa khawatir tersebut muncul kembali karena ada aturan untuk  pembuatan NUPTK baru. “Saya telah mengajukan pembuatan NUPTK. Setelah di urus tidak bisa. Al hasil kemungkinan besar saya tidak akan dapat tunjangan insentif dari provinsi,” terangnya.

Entah apa yang membuat kemungkinan besar ia tidak dapat membuat NUPTK. Pihak pemerinatahan justru melontarkan berbagai alasan yang sulit diterima. “Saya telah mengajukan ini ke dinas. Tetapi malah dilempar ke LPMP, setelah ke LPMP, justru disuruh ngurus ke dinas lagi,” ucap dia heran.
Ujung-ujungnya kebijakan tersebut datang dari pemerintah pusat. “Kalau sudah seperti ini kita mau ngomong apa. Semuanya terbentur pada kebijakan. Sementara NUPTK yang saya miliki akan habis masanya Desember nanti. Jika tidak memiliki NUPTK maka tunjangan yang biasa saya terima mungkin tidak didapat tahun depan,” ungkapnya.

Ketika ditanyakan soal besaran gaji yang diterima ia enggan menjawab. Meskipun tak mau menjawab, namun ia mengaku mencintai pekerjaan ini, dikarenakan dunia pendidikan telah menyatu di dalam diri. Namun, apabila masalah kesejahteraan guru honorer tidak menuai perubahan, tidak ada pilihan lain kemungkinan besar ia akan mencari pekerjaan yang lebih bisa mensejahterakan.
“Kalau ada kerjaan lain lebih sejahtera, mungkin saya akan putar haluan. Tetapi saya berharap akan ada angin segar khususnya bagi guru honorer di tahun 2016,” ucap pria lajang itu.    Senada dengan honorer lainnya, Ahmad Dana. “Walaupun besaran honor yang diterima sangat jauh dari apa yang diharapkan, tetapi saya merasa senang dan bangga menjalani profesi ini. Tetapi alangkah baiknya nasib guru honorer dapat diperjelas. Seperti pengangkatan K2. Kami ingin terus mengabdi, tapi kami juga harus memenuhi kewajiban kami, yaitu untuk menafkahi anak dan istri.”

Pontianak Post juga menemui Yudi, eks guru honor di Pontianak Utara yang meninggalkan pekerjaan itu karena besaran honorer yang diterima tidak setimpal. Apalagi ia telah memiliki anak dan istri. Hal tersebut menjadi pemicu ia untuk meninggalkan pekerjaan itu.Jebolan sarjana pendidikan di Pontianak itu menuturkan, usai meninggalkan pekerjaan tersebut dirinya lantas sempat beberapa bulan menjadi kuli panggul di Pelabuhan Dwikora.
Tak banyak pilihan bagi Yudi. Di usia kepala tiga diakui dia, cukup susah mencari kerja, sekarang ia terpaksa kerja apa saja yang penting halal. “Sebagian besar perusahaan swasta jarang mau menerima karyawan untuk bekerja di perusahaan, apalagi umur saya sudah 30 ke atas, jadi ijazah S1 tidak terlalu dipandang jika umur telah lewat, ditambah pengalaman kerja minim,” keluhnya. 

Kini, khayalan untuk dapat menjadi guru berstatus PNS tinggal mimpi. Kerasnya hidup, terutama untuk mencukupi kebutuhan hari-hari, dianggap sebagai lawan terberat bagi dia untuk terpaksa meninggalkan pekerjaan honor itu.“Dulu semasa honor gaji saya hanya Rp250 ribu perbulan, sekarang saya mempunyai tanggungan, anak saya juga baru lahir, mau makan apa, belum untuk susu anak, belum lagi harga BBM kadang turun kadang naik, itu alasan terbesar saya meninggalkan pekerjaan tersebut,” ungkapnya.

Menurut Yudi, pemerintah juga harus mengkaji ulang tentang upah gaji tenaga honor. Kenapa tidak di setarakan dengan UMK. Apa yang salah dari tenaga honor, kinerja mereka bisa dikatakan setara dengan guru berstatus PNS, mengapa gajinya tidak di UMK-kan saja. Jika dibandingkan, gaji guru honor jauh lebih prihatin ketimbang para karyawan pabrik, namun, tak ada tuntutan dari mereka mengenai upah setiap bulan, apalagi sampai melakukan aksi demo menuntut pemerintah supaya gajinya naik.

Mungkin karena niat yang mulia, ingin mencerdaskan anak bangsa, namun di balik itu, mereka juga manusia, perlu makan dan minum, mempunyai keluarga dan harus mencukupi kebutuhan sehari-hari. Wajar jika sebagian guru mencari can lain, itu semua dilakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup. “Bagaimana mau mencerdaskan anak bangsa, sedangkan konsentrasi tenaga honor terpecah-pecah karena memikirkan kebutuhan hidup tadi. Jangan sampai ada tenaga honor lain yang berhenti karena ini,” ucapnya.

Guru PNS yang bertugas di Pontianak Utara, Jem Jem melihat pemerintah telah memikirkan kesejahteraan para guru. Salah satu program pemerintah untuk kesejahteraan guru yaitu adanya sertifikasi bagi yang telah memenuhi syarat. “Sekarang guru sudah lumayan. Apalagi yang sudah sertifikasi. Jika digabung dengan uang gaji bisa mencapai enam juta sampai delapan juta rupiah perbulan,” ucapnya.

Untuk guru honor juga dapat mengikuti sertifikasi, asalkan persyaratan dan kriterianya telah memenuhi standar. Ia berharap pencairan sertifikasi dapat serentak dengan gaji perbulan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak Mulyadi mengatakan, tenaga honor diangkat oleh kepala sekolah. Untuk sistem pembayaran honor negeri menggunakan anggaran BOS daerah, sedangkan dana dari BOS pusat tidak bisa dibayarkan untuk honorer.
Besaran gaji honor bervariasi. Karena tenaga honor dibayar berdasarkan jam mengajarnya. “Bukan per bulan, tetapi berdasarkan jam mengajar beberapa kali tatap muka. Maka itu besaran gaji yang akan diterimanya tiap bulan,” timpalnya.

Agar tenaga honor gajinya dapat UMK, maka merujuk kembali pada berapa banyak jam mengajar di sekolah. Jika mengajar dari pukul tujuh sampai pukul sembilan pagi, apakah mungkin mereka dapat dibayar dengan besaran UMK. “Untuk besaran gaji honorer, kami serahkan pada kepala sekolah di masing sekolah. Karena penggajian dibayarkan bukan berdasarkan perbulan, tapi berdasarkan berapa banyak jam mengajar. Ini khusus di sekolah negeri, apabila sekolah milik yayasan, kebijakan dikembalikan pada yayasan tersebut,” timpalnya.

Dia menambahkan, saat ini baik guru PNS dan tenaga honorer memiliki kesempatan sama agar bisa lolos sertifikasi. Dalam hal ini tentu semua guru mesti wajib terdaftar dalam dapodik terlebih dahulu. Kenyatannya cukup banyak guru honorer yang telah menerima sertfifikasi.Sementara itu, anggota DPRD Kota Pontianak Herman Hofi Munawar melihat masih terdapat ketimpangan dari hal pendapatan antara guru honor dan PNS. “Saat ini guru honor masih termarginalkan. Pendapatan mereka masih di bawah  UMK,” cetusnya.(iza)

sumber : PontianakPost

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Nasib Honor Pahlawan Tanpa Jasa Suram"

Post a Comment